Sabtu, 18 Juli 2009

Shalat istikharah untuk menentukan

Shalat istikharah dilaksanakan ketika dihadapkan pada suatu permasalah agar pilihan kita mantap dan hati kita merasa tenang dengan apa yang kita pilih. Shalat istikharah dapat ketika akan menentukan pilihan pasangan hidup atau perkara-perkara yang lain

Saudara dan saudariku yang budiman, pernikahan adalah ikatan yang mempertalikan antara kedua pasangan suami-isteri. Memperhatikan supaya memilih isteri atau suami yang tepat adalah fase terpenting dalam permulaan pernikahan, dan dalam hal ini diperlukan kesungguhan yang mendalam untuk mendapatkan suami atau isteri yang tepat dari segala aspeknya. Siapa yang ingin ni'kah, hendaklah dia memilih pendamping hidupnya dengan
pilihan yang berlandaskan pengetahuan dan pemikiran yang kukuh serta sangat bersungguh-sungguh untuk beristikharah kepada Allah, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah kepada kita. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Jabir ra, ia menuturkan: Rasulullah mengajarkan kepada kami istikharah dalam segala perkara sebagaimana beliau mengajarkan surat al-Qur-an:


إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعِيشَتِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعِيشَتِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي بِهِ قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

`Jika salah seorang dari kalian menghendaki suatu perkara, maka shalatlah dua rakaat dari selain shalat fardhu, kemudian hendaklah mengucapkan: 'Ya Allah, aku beristikharah kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku meminta penilaian-Mu dengan kemampuan-Mu dan aku meminta kepada-Mu dari karunia-Mu yang sangat besar. Sesungguhnya Engkau kuasa sedangkan aku tidak kuasa, Engkau mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui perkara ini lebih baik bagiku dalam urusan agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku -atau urusan dunia dan akhiratku-, maka putuskanlah dan mudahkanlah urusan ini untukku, kemudian berkahilah untukku di dalamnya. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa itu buruk bagiku, baik dalam urusan agamaku, kehidupanku maupun kesudahan urusanku -atau urusan dunia dan akhiratku- maka palingkanlah ia dariku dan palingkanlah aku darinya serta putuskanlah yang terbaik untukku di mana pun berada, kemudian ridhailah aku dengannya.' Dan hendaklah is menyebutkan hajatnya.'' (HR. Bukhari, At-Tirmidzi, An-Nasai dan lainnya)

Di sini ada beberapa perkara penting yang wajib kita perhatikan:

1. Istikharah dilakukan setelah menunaikan shalat dua rakaat selain shalat shalat fardhu (Tahiyyatul Masjid, atau setelah shalat sunnah lainnya).

2. Do'a istikharah dilakukan setelah shalat, bukan di dalam shalat.

3. Boleh mengulang-ulang istikharah, karena ini adalah do'a, dan mengulang-ulang do'a adalah dianjurkan.

4. Sebagian orang menyangka bahwa setelah melakukan shalat Istikharah, seseorang akan melihat sesuatu dalam mimpinya. Hal ini tidak berdasar. Pada prinsipnya, jika seseorang telah melakukan shalat Istikharah, hatinya menjadi tenang dengan pilihannya, maka tujuan istikharah telah terpenuhi. Bukan seperti yang diduga sebagian orang bahwa jika seseorang tidak bermimpi, maka dia harus mengulangi istikharahnya lagi hingga ia bermimpi.

5. Shalat Istikharah hukumnya dianjurkan, bukan wajib.

6. Ibnu `Umar radhiallahu’anhuma berkata: Seseorang benar-benar beristikharah kepada Allah Ta'ala, lalu Dia menjadikan baik pilihannya itu, kemudian dia kesal kepada Rabb-nya, Namun tidak berapa lama kemudian dia melihat bahwa kesudahan yang baik telah dipilihkan untuknya (oleh Allah).'


Referensi:
Panduan Lengkap Nikah dari A sampai Z, Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin 'Abdir Razzaq. Pustaka Ibnu Katsier

“Mas Tegar…Mas Tegar…”


Aku terhenyak mendengar dia ta’aruf dengan gadis lain. Tak lama setelah itu, bendungan air mataku pun jebol membanjiri pipi. Masih terekam jelas di telingaku. Semua yang diceritakan Zai urut dari A sampai Z begitu menusuk hatiku saat itu. Yah saat itu tiba-tiba saja hati ini rapuh.

Ujian yang sama, kembali Allah SWT hadirkan untuk jiwa yang lemah ini. Saat fitrahku sebagai manusia tertarik dengan lawan jenis tidak terkelola dengan baik maka aku hanya akan mengalami derita tiada terperi. Meski demikian aku masih khusnudzon bahwa Allah SWT memang sangat sayang padaku. Tiada yang paling pantas aku sayangi dan cintai kecuali hanya Allah SWT. Selama cinta dan sayang itu bukan karena Allah Ta’ala, sudah pasti jawabannya adalah aku akan merasakan sakit yang luar biasa. Tak hanya sakit hati, tubuh pun ikut merasakannya pula hingga berat badanku turun 2 kg dalam tempo satu bulan. Aku sendiri prihatin dengan kondisiku saat itu.

Hari-hari kemudian aku lalui dengan banyak istighfar. Memohon ampun kepada Allah Yang Maha Pemaaf atas segala rasa yang tak sewajarnya. Muhasabah setiap selesai sholat fardhu diiringi isak tangis selalu menghiasi hari-hariku. Doa yang terukir saat itu semoga Allah Ta’ala memberikan yang terbaik untuknya. Tak lupa semoga Allah SWT pun memberikan yang terbaik untukku. Dan aku yakin itu.

***

Tak terasa waktu terus berlalu. Rasa itu tiba-tiba hilang. Selera makanku kembali normal. Ibadahku pun terasa tenang. Aku sangat bersyukur, Dia telah melimpahkan ketenangan pada hati ini. Bahagianya diri.

“Assalamu’alaikum. Lagi ngapain?, tanya Mas Tegar dalam sms.

“Wa’alaikum salam. Lagi upload materi,” jawabku sambil berdoa semoga tidak ada pertanyaan lagi darinya.

“Aku tidak jadi sama Ika. Beda pemikiran. Sasa ujian skripsi kapan?” lanjutnya.

“Target Mei harus ujian. Ada apa? tanyaku kenapa. Namun dia tak membalasnya.

Yah saat hatiku kembali tenang, Mas Tegar kembali hadir. Hatiku pun sesaat kembali terusik.Banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan dengan kalimat tanya ‘Kenapa?’ dan “Apa”. Kenapa dia memberi kabar soal pembatalan ta’arufnya? Kenapa Mas Tegar bertanya ujian skripsiku selesai kapan? Apa Mas Tegar memilihku? Namun karena tidak ingin memperpanjang masalah, akupun melupakan semua pertanyaan.

***

Hari-hari kini dapat aku lalui dengan enjoy, tanpa beban. Bukan karena Mas Tegar telah menghentikan proses ta’arufnya. Namun yang terpenting saat ini adalah studiku harus segera berakhir. Aku tidak mau lumutan di kampus saking lamanya mendapat gelar mahasiswa. Atau saking cintanya dengan kampus. Aku hanya terkekeh dengan kata orang-orang soal studiku. “Mau jadi mahasiswa abadi ya…!”

Pagi ini begitu segar,.sesegar hatiku. Ada dua harapan besar dalam hidupku di tahun 2009 ini yang membuatku berubah. Yang pertama dan utama adalah segera wisuda. Sudah 16 semester di kampus. Aku tidak mau mendapat teguran lagi dari fakultas. Karena sudah seharusnya aku keluar kampus. Kedua, menikah meski aku belum tahu dengan siapa aku akan menikah. Tidak muluk-muluk yang jelas dia harus sholih, satu pemikiran, dan cerdas,.Allah Maha Mendengar pasti telah memilihkan yang terbaik untukku. Yakin saja.

Malam harinya handphoneku berdering. Wah itu dari Mas Tegar. “Gimana nih?” batinku bertanya. Diangkat nggak ya..? tanyaku dalam hati. Akhirnya aku pun mengangkatnya.

“Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh. Ada pa Mas?”

“Lagi ngapain?” tanyanya.

Dan pembicaraan pun berlanjut. Semua pertanyaannya dapat aku jawab. Disinilah kelemahanku. Aku paling tidak bisa menolak ataupun bohong. Atau temanku bilang “Kamu lugu, terlalu polos.”

“Bilang aja kamu lagi sibuk. Atau ke kamar mandi atau sudah ngantuk.”

Tapi aku tidak bisa berkata demikian. Aku sedang tidak sibuk, atau ingin ke belakang ataupun ngantuk. Jadi ya aku terima telponnya. Kalau aku sudah ngantuk maka aku pun akan segera menyampaikannya. Dan dia paham itu lalu segera menutup telponnya.

Jujur saja. Mas Tegar tipikal orang yang nyambung diajak diskusi. Selalu ada topik untuk bahan diskusi. Namun lama-lama aku merasa tidak nyaman berada dalam zona itu. Pergaulan Islam yang telah membentuk diri ini bukan seperti itu. Itu sama saja dengan ‘zina’. Tapi entahlah aku serasa kehabisan akal. Sudah tiga kali aku menegurnya via email karena aku tidak bisa menyampaikannya secara lisan. Plus artikel taujih ustadz-ustadz yang ada di website islami. Dulu itu sangat manjur. Selama kurang lebih satu bulan pasti dia tidak akan telpon lagi. Tapi bulan berikutnya so pasti dia masih saja telpon. Aku tidak ingin ke-GR-an tapi aku ingin menyampaikan kebenaran. Tidak baik telpon malam-malam dan lama dengan lawan jenis. Itu saja yang ingin aku sampaikan.

Termasuk sekarang Mas Tegar kembali nelpon malam-malam, pakai lama lagi. Aku hanya tak ingin telpon itu berlanjut ke telpon selanjutnya. Hingga akhirnya aku menuliskan sebuah cerpen special dengan judul “Mas Tegar..Mas Tegar…” dan aku mengirimkannya via email.

***

Ada sebuah hikmah yang dapat diambil dalam cerpen ini. Bahwa ketika cinta itu tidak diletakkan karena Allah SWT maka deritalah ujungnya. Namun bila cinta itu hanya untuk Allah SWT pastilah Allah Yang Maha Kuasa kan beri yang terbaik untuk kita. Karena bisa jadi Sasa berjodoh dengan laki-laki sholih yang lain ataupun sebaliknya Mas Tegar berjodoh dengan wanita sholihah lainnya.

Ketika cinta telah diletakkan pada tempatnya yaitu karena ridho Allah SWT maka tidak ada derita di antara keduanya. Kalaupun berjodoh pun pasti kebahagiaan yang luar biasa tak terkira rasanya.

*Semoga Allah senantiasa menjaga kita dalam kebaikan. Amin.

Created by :

Zahra *v*

--------The End---------

Ikhlas dan Niat dalam Segala Perilaku Kehidupan

Dari Amiril Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khathab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib Al Qurasyiy Al Adawiy ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Setiap amal disertai dengan niat. Setiap amal seseorang tergantung dengan apa yang diniatkannya. Karena itu, siapa saja yang hijrahnya (dari Makkah ke Madinah) karena Allah dan Rasul-Nya (melakukan hijrah demi mengagungkan dan melaksanakan perintah Allah dan utusan-Nya), maka hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-Nya (diterima dan diridhai Allah). Tetapi siapa saja yang melakukan hijrah demi kepentingan dunia yang akan diperolehnya, atau karena perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sebatas sesuatu yang menjadi tujuannya (tidak diterima oleh Allah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia memandang kepada hati kalian.” (HR. Muslim)

Dari Abu Abdirrahman bin Abdullah bin Umar bin Khaththab ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bercerita: “Sebelum kalian ada tiga orang sedang berjalan-jalan, kemudian mereka menemukan sebuah gua yang dapat digunakan untuk berteduh dan mereka pun masuk, tiba-tiba ada batu yang besar dari atas bukit menggelinding dan menutupi pintu gua, sehingga mereka tidak dapat keluar. Salah seorang di antara mereka berkata: “Sungguh tidak ada yang dapat menyelamtkan kalian dari bahaya ini, kecuali bila kalian berdoa kepada Allah SWT dengan menyebutkan amal-amal saleh yang pernah kalian perbuat.”Kemudian salah seorang di antara mereka berdoa: “Ya Allah, saya mempunyai orang tua yang sudah renta. Kebiasaanku, mendahulukan mereka minum susu sebelum saya berikan kepada anak isteri dan budakku. Suatu hari, saya terlambat pulang karena mencari kayu namun keduanya sudah tidurdan aku enggan untuk membangunkannya, tetapi saya terus memerah susu untuk persedian keduanya. Walaupun demikian saya tidak memberikan susu itu kepada keluarga maupun kepada budakku sebelum keduanya minum. Dan saya menunggunya hingga terbit fajar. Ketika keduanya bangun, kuberikan susu itu untuk diminum, padahal semalam anakku menangis terisak-isak minta susu sambil memegangi kakiku. Ya Allah , jika berbuat itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.”Kemudian bergeserlah sedikit batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu. Orang kedua pun melanjutkan doanya:”Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai saudara sepupu yang sangat saya cintai.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Saya sangat mencintainya sebagaimana orang laki-laki mencintai perempuan, saya selalu ingin berbuat zina dengannya, tetapi ia selalu menolaknya. Beberapa tahun kemudian, ia tertimpa kesulitan. Ia pun datang untuk minta bantuanku, dan saya berikan kepadanya seratus dua puluh dinar dengan syarat menyerahkan dirinya kapan saja saya menginginkan.”Pada riwayat lain: “Ketika saya berada di antara kedua kakinya, ia berkata:”Takutlah kamu kepada Allah. Janganlah kamu sobek selaput daraku kecuali dengan jalan yang benar.” Mendengar yang demikian saya meninggalkannya dan merelakan emas yang aku berikan, padahal dia orang yang sangat saya cintai. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.”Kemudian bergeserlah batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu. Orang yang ketiga melanjutkan doanya: “Ya Allah, saya mempekerjakan beberapa karyawan dan digaji dengan sempurna, kecuali ada seorang yang meninggalkan saya dan tidak mau mengambil gajinya terlebih dulu. Kemudian gaji itu saya kembangkan sehingga menjadi banyak. Selang beberapa tahun, dia datang dan berkata:”Wahai hamba Allah, berikanlah gajiku!” Saya berkata:”Semua yang kamu lihat baik unta, sapi, kambing maupun budak yang mengembalakannya, semua adalah gajimu.” Ia berkata:”Wahai hamba Allah, janganlah engkau mempermainkan aku.” Saya menjawab:”Saya tidak mempermainkanmu.” Kemudian diapun mengambil semuanya itu dan tidak meninggalkannya sedikitpun. Ya Allah, jika perbuatan itu karena mengharapkan ridha-mu, maka singkirkanlah batu yang menutupi pintu gua ini.” Kemuadian bergeserlah batu itu dan mereka pun bisa keluar dari dalam gua.” (HR. Bukhari dan Muslim)