Sabtu, 18 Juli 2009

“Mas Tegar…Mas Tegar…”


Aku terhenyak mendengar dia ta’aruf dengan gadis lain. Tak lama setelah itu, bendungan air mataku pun jebol membanjiri pipi. Masih terekam jelas di telingaku. Semua yang diceritakan Zai urut dari A sampai Z begitu menusuk hatiku saat itu. Yah saat itu tiba-tiba saja hati ini rapuh.

Ujian yang sama, kembali Allah SWT hadirkan untuk jiwa yang lemah ini. Saat fitrahku sebagai manusia tertarik dengan lawan jenis tidak terkelola dengan baik maka aku hanya akan mengalami derita tiada terperi. Meski demikian aku masih khusnudzon bahwa Allah SWT memang sangat sayang padaku. Tiada yang paling pantas aku sayangi dan cintai kecuali hanya Allah SWT. Selama cinta dan sayang itu bukan karena Allah Ta’ala, sudah pasti jawabannya adalah aku akan merasakan sakit yang luar biasa. Tak hanya sakit hati, tubuh pun ikut merasakannya pula hingga berat badanku turun 2 kg dalam tempo satu bulan. Aku sendiri prihatin dengan kondisiku saat itu.

Hari-hari kemudian aku lalui dengan banyak istighfar. Memohon ampun kepada Allah Yang Maha Pemaaf atas segala rasa yang tak sewajarnya. Muhasabah setiap selesai sholat fardhu diiringi isak tangis selalu menghiasi hari-hariku. Doa yang terukir saat itu semoga Allah Ta’ala memberikan yang terbaik untuknya. Tak lupa semoga Allah SWT pun memberikan yang terbaik untukku. Dan aku yakin itu.

***

Tak terasa waktu terus berlalu. Rasa itu tiba-tiba hilang. Selera makanku kembali normal. Ibadahku pun terasa tenang. Aku sangat bersyukur, Dia telah melimpahkan ketenangan pada hati ini. Bahagianya diri.

“Assalamu’alaikum. Lagi ngapain?, tanya Mas Tegar dalam sms.

“Wa’alaikum salam. Lagi upload materi,” jawabku sambil berdoa semoga tidak ada pertanyaan lagi darinya.

“Aku tidak jadi sama Ika. Beda pemikiran. Sasa ujian skripsi kapan?” lanjutnya.

“Target Mei harus ujian. Ada apa? tanyaku kenapa. Namun dia tak membalasnya.

Yah saat hatiku kembali tenang, Mas Tegar kembali hadir. Hatiku pun sesaat kembali terusik.Banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan dengan kalimat tanya ‘Kenapa?’ dan “Apa”. Kenapa dia memberi kabar soal pembatalan ta’arufnya? Kenapa Mas Tegar bertanya ujian skripsiku selesai kapan? Apa Mas Tegar memilihku? Namun karena tidak ingin memperpanjang masalah, akupun melupakan semua pertanyaan.

***

Hari-hari kini dapat aku lalui dengan enjoy, tanpa beban. Bukan karena Mas Tegar telah menghentikan proses ta’arufnya. Namun yang terpenting saat ini adalah studiku harus segera berakhir. Aku tidak mau lumutan di kampus saking lamanya mendapat gelar mahasiswa. Atau saking cintanya dengan kampus. Aku hanya terkekeh dengan kata orang-orang soal studiku. “Mau jadi mahasiswa abadi ya…!”

Pagi ini begitu segar,.sesegar hatiku. Ada dua harapan besar dalam hidupku di tahun 2009 ini yang membuatku berubah. Yang pertama dan utama adalah segera wisuda. Sudah 16 semester di kampus. Aku tidak mau mendapat teguran lagi dari fakultas. Karena sudah seharusnya aku keluar kampus. Kedua, menikah meski aku belum tahu dengan siapa aku akan menikah. Tidak muluk-muluk yang jelas dia harus sholih, satu pemikiran, dan cerdas,.Allah Maha Mendengar pasti telah memilihkan yang terbaik untukku. Yakin saja.

Malam harinya handphoneku berdering. Wah itu dari Mas Tegar. “Gimana nih?” batinku bertanya. Diangkat nggak ya..? tanyaku dalam hati. Akhirnya aku pun mengangkatnya.

“Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh. Ada pa Mas?”

“Lagi ngapain?” tanyanya.

Dan pembicaraan pun berlanjut. Semua pertanyaannya dapat aku jawab. Disinilah kelemahanku. Aku paling tidak bisa menolak ataupun bohong. Atau temanku bilang “Kamu lugu, terlalu polos.”

“Bilang aja kamu lagi sibuk. Atau ke kamar mandi atau sudah ngantuk.”

Tapi aku tidak bisa berkata demikian. Aku sedang tidak sibuk, atau ingin ke belakang ataupun ngantuk. Jadi ya aku terima telponnya. Kalau aku sudah ngantuk maka aku pun akan segera menyampaikannya. Dan dia paham itu lalu segera menutup telponnya.

Jujur saja. Mas Tegar tipikal orang yang nyambung diajak diskusi. Selalu ada topik untuk bahan diskusi. Namun lama-lama aku merasa tidak nyaman berada dalam zona itu. Pergaulan Islam yang telah membentuk diri ini bukan seperti itu. Itu sama saja dengan ‘zina’. Tapi entahlah aku serasa kehabisan akal. Sudah tiga kali aku menegurnya via email karena aku tidak bisa menyampaikannya secara lisan. Plus artikel taujih ustadz-ustadz yang ada di website islami. Dulu itu sangat manjur. Selama kurang lebih satu bulan pasti dia tidak akan telpon lagi. Tapi bulan berikutnya so pasti dia masih saja telpon. Aku tidak ingin ke-GR-an tapi aku ingin menyampaikan kebenaran. Tidak baik telpon malam-malam dan lama dengan lawan jenis. Itu saja yang ingin aku sampaikan.

Termasuk sekarang Mas Tegar kembali nelpon malam-malam, pakai lama lagi. Aku hanya tak ingin telpon itu berlanjut ke telpon selanjutnya. Hingga akhirnya aku menuliskan sebuah cerpen special dengan judul “Mas Tegar..Mas Tegar…” dan aku mengirimkannya via email.

***

Ada sebuah hikmah yang dapat diambil dalam cerpen ini. Bahwa ketika cinta itu tidak diletakkan karena Allah SWT maka deritalah ujungnya. Namun bila cinta itu hanya untuk Allah SWT pastilah Allah Yang Maha Kuasa kan beri yang terbaik untuk kita. Karena bisa jadi Sasa berjodoh dengan laki-laki sholih yang lain ataupun sebaliknya Mas Tegar berjodoh dengan wanita sholihah lainnya.

Ketika cinta telah diletakkan pada tempatnya yaitu karena ridho Allah SWT maka tidak ada derita di antara keduanya. Kalaupun berjodoh pun pasti kebahagiaan yang luar biasa tak terkira rasanya.

*Semoga Allah senantiasa menjaga kita dalam kebaikan. Amin.

Created by :

Zahra *v*

--------The End---------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar