Minggu, 12 Juni 2011

Jilbabku, Kehormatanku

oleh Handayani Budiman pada 05 Juni 2011 jam 17:00

Part I

Alhamdulillah, Hidayah itu Datang Padaku

“Astaghfirullah…astagfirullah..! Tidak..tidak…! Muslimah berjilbab tidak sepantasnya berbuat seperti itu. Astaghfirullah…astaghfirullah..,” ucapku lirih pasca melihat hal yang tak seharusnya kulihat. Segera kuberanjak, berlari dari kelas tersebut.



Tersadar. Tersadar bila ingat peristiwa itu. Aku tersadar kalau aku sebenarnya jauh dari Tuhanku. Buktinya aku telah melupakan perintah Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang terhadap hamba-Nya. Aku lupa perintah berjilbab wajib untuk muslimah. Entah lupa atau belum tersadar atau pingsan atau sengaja mengingkari perintah tersebut, kini aku menyesal.Kenapa dia yang harus berjilbab, tetapi tak mampu menjaganya.



Mengusik. Peristiwa itu sangat mengusik. Aku bertekad ingin menjadi muslimah yang taat akan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya termasuk menjauhi akhlaq yang tidak baik. Aku tak ingin jilbabku mencoreng wajah muslimah lainnya seperti halnya saat peristiwa itu. Aku melihat seorang teman yang berjilbab sedang berpacaran dan melakukan hal-hal yang tidak senonoh di kelas ketika jam istirahat. Astaghfirullah. Istighfar terus menerus terangkai dalam hati dan lisanku mengingat kejadian itu. Na’udzubillahmindzalik.



Suatu malam aku hendak meneguhkan hatiku. Hati yang selalu menggebu untuk menutup auratku. Ku beranikan diri menyatakan keinginanku berjilbab kepada ibu tercintaku.

“Bu..Zahra minta ijin untuk berjilbab. Boleh?, Tanya Zahra sambil merajuk manja pada ibunya.

“Berjilbab? Serius?” Tanya ibu sembari mengeryitkan dahinya.

“Iya. Serius,” jawabku penuh keyakinan 100%.

“Tapi ibu ndak punya uang untuk mbeliin kamu seragam baru, jilbab baru, baju panjang baru Nduk. Trus gimana kamu mau berjilbab?”, Tanya ibu.

“Kalau ibu sudah mengijinkan, insya Allah ada jalan keluar. Kakaknya Septi yang berjilbab itu kan sudah lulus Bu. Nanti Zahra mau minta seragam bekasnya. Lagian kakaknya Septi kan tinggi Bu kayak aku. Trus Septinya kecil jadi kemungkinan bajunya tidak dipakai Septi.” Jawabku.

“Ya sudah. Alhamdulillah ibu senang. Ibu doakan semoga niat baikmu mendapat kemudahan Gusti Allah.”

“Aamiin..”



Syukur alhamdulillah. Aku menghela nafas lega. Segera ku susun jadwal silaturahim ke rumah Septi, sahabat karib SMP yang sejak saat itu ia satu-satunya siswa yang berjilbab di sekolah. Subhanallah. Walhamdulillah. Aku jadi malu sendiri. Kesadaran berjilbab baru aku dapatkan ketika kelas dua SMA. Tapi tak apalah, lagi lagi syukur alhamdulillah dapat hidayah berjilbab.



Kini aku lebih sering membaca buku tentang jilbab, kisah-kisah inspiratif tentang jilbab sampai siapa saja yang boleh melihat kita ketika tidak memakai jilbab. Aku tak ingin berjilbab hanya mengikuti tren, atau ikut-ikutan. Bila niatnya demikian pasti tak akan bertahan lama. Niatku berjilbab karena ingin memenuhi kewajibannku sebagai seorang muslimah. Semua harus berdasarkan ilmu dan kepahaman akan berjilbab.



Keesokan harinya.

“Assalamu’alaikum…”, salam dariku sembari mengetuk rumah Septi.

“Wa’alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh..Eehh Zahra..masuk yuk…” jawab Septi.

“Hey..aku punya kabar gembira lho…!

“Apa itu Ra?”

“Aku mau pake jilbab..” jawabku sembari tersenyum leba. Senyum paling manis. Kalau bisa dicicipi, senyumku lebih manis dari madu. Itu tandanya aku sangat berbahagia.

“Alhamdulillah akhirnya sahabatku ini berjilbab juga. Bisa bantu apa nih..” tawar septi.

“Tahu banget aku butuh bantuan..he..he..Iya nich, aku butuh seragam bekas mbak Fika yang baru lulus kemarin. Kamu pake nggak?”

“Boleh banget…aku kan udah punya seragam sendiri jadi seragam mbak Fika buat kamu aja..”

“Alhamdulillah…akhirnya…”



Aku senang sekali. Kembali aku bersyukur. Alhamdulillah satu masalah sudah ada jalan keluarnya. Kini aku sudah mendapat dua rok panjang, meski yang satu tampak cingkrang kalau dipakai. Tapi aku merasa sangat bersyukur telah mendapatkannya. Untuk seragam atasan lengan panjang sepertinya di lemari ada. Baju putih kakak yang tak lagi berwarna putih cerah kurasa masih bisa dan layak dipakai. Paling tidak itu menurut kacamataku.

“Yaa Rabb..alhamdulillah Kau tunjukkan jalan-Mu. Bantulah aku menyusuri indahnya perjalanan memenuhi perinta-Mu, menggapai ridho-Mu.”[]yanie=zahro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar